Selasa, 02 Oktober 2018

Cerpen tentang pemuda hijrah (pemenang lomba cermin fmi unnes 2017)


Are You Busy or Ignoring Me?
“Panas sekali hari ini, bukankah seperti itu, Rahil?”
“Bukankah panas seperti ini sudah biasa? Mengapa kau mempermasalahkannya?”
“Panas kali ini berbeda Rahil, lihat mereka!”
“Oh, ternyata sumber kepanasan yang kau rasakan dari situ. Sudah ah, aku pulang dulu.” Rahil merapikan sarungnya dan bergegas meninggalkan Musola
 “Rahil, tunggu aku!” Abi mengejar Rahil yang sudah berjalan mendahuluinya. “Mengapa Kau tergesa-gesa? Sebentar lagi mereka akan melakukan hal yang lebih panas. Kau tidak ingin melihatnya Rahil?”
Dengan tajam Rahil bertanya,  “Apakah Kau pernah melihatnya?”
“Tentu Saja, Rahil. Mereka akan melakukan....”
“Apakah Kau pernah melihatnya??? Untuk apa Kau melihat hal seperti itu? Untuk apa Kau mengotori kedua matamu kepada hal-hal yang tidak berguna?” Pertanyaan tersebut memotong pernyataan Abi.
Abi kaget karena pernyataanya telah dipotong oleh Rahil sekaligus diberi pertanyaan yang sangat menohok hatinya. Rahil memang dikenal sebagi orang yang tegas dan tajam dalam berbicara, apalagi dalam menyuarakan kebenaran.
“Eh, Maafkan aku Rahil. Aku memang pernah melihat mereka melakukan sesuatu hal yang tak perlu di jelaskan karena...karena...karena aku pernah menjadi salah satu bagian dari mereka. Maafkan aku, Rahil. Maafkan aku, mengatakan sesuatu hal yang seharusnya tidak kukatakan.”
“Sudahlah, aku juga hanya memperingatkanmu. Sesuatu hal yang tidak baik harus segera dilupakan sebelum hal tersebut memintamu kembali untuk melakukannya. Apakah kau menginginkan hak itu kembali terjadi, Abi?”
“Tentu saja tidak, Rahil. Doakan agar aku mampu beristiqomah menuju Ridha Allah.”
“Saling mendoakan, bukankah lebih baik?” jawab Rahil.
“Na’am Ya Akhi. Ilaa ayna anta?”
“Ke Panti Asuhan. Mengajar Tahfidz. Kau ingin ikut dengan ku?” Meskipun usia Rahil masih muda, 23 tahun. Ilmunya sudah sangat banyak dibandingkan mereka seusianya. Saat ini beliau menjadi relawan di panti asuhan di Jawa Timur untuk mengajarkan Al-Quran dengan metode tilawati. Selain itu, Rahil juga menjadi pengajar tetap di Griya Quran.
“Tidak sekarang, Rahil. Hari ini aku ada pertemuan di balai kota.”
“Baiklah, Assalamualaikum.”
“Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”
Bagi Rahil, memberi manfaat bagi sekelilingnya adalah suatu kewajiban. Menebar kebaikan adalah sebuah tanggung jawab. Menjadi sumber kebahagian adalah suatu keharusan.
“Semoga Abi bisa istiqomah,Ya Rabb.” Ujar Rahil dalam batin.
Abi memang baru saja berhijrah. Menemukan jati dirinya yang sempat tersesat pada jalan yang kelam. Rahil menemukan Abi bearada dipojok jembatan yang sepi dalam keadaan menggigil dan hanya menggunakan celana pendek, pada suatu malam. Entah dimana keberadaan baju dan tas milik Abi. Saat itu, Rahil memang mengendarai sepeda ontelnya dengan perlahan untuk menikmati indahnya pemandangan malam. Dia baru saja pulang dari tugasnya mengajar di panti asuhan. Tanpa banyak bertanya, Rahil menggendong Abi untuk membonceng sepeda ontelnya. Abi yang sudah sangat tak berdaya, membiarkan saja tanpa kata.
Hingga keesokan harinya, setelah Rahil melaksanakan Solat Subuh dan Muroja’ah bacaan AlQuraanya, Abi bertanya kepadanya. Mengapa Rahil menolongnya. Mengapa Rahil menolong orang yang tidak dikenal. “Engkau adalah saudaraku.” Jawab Rahil.
“Hanya itu?” Tanya Abi dengan mengernyitkan dahi. Dia tidak mengerti, mengapa jawaban yang diberikan tidak masuk akal. Sejak kapan aku menjadi saudaranya? Lagi pula aku tidak mengenalnya.
“Setiap orang muslim adalah saudara. Jika engkau susah aku merasa susah. Jika engkau sakit aku merasa sakit. Jika engkau sedih aku merasa sedih. Jika engkau bahagia maka aku akan bahagia. Kita adalah satu anggota tubuh yang saling merasakan.” Ucap Rahil dengan mantap tanpa mengalihkan pandangannya dari mushaf AlQuran.
“Bagaimna kau tahu.... kalau aku seorang muslim?”
“Apa kau tidak tahu? Kita satu kampus, aku pernah melihatmu bersama dengan teman-teman mu duduk bersenda gurau di depan masjid, ditambah lagi aku pernah melihatmu mengikuti kegiatann wajib kampus dalam acara mabit di bulan Ramadhann.”
Jawaban Rahil membuat Abi kagum. Bahkan dirinya tidak mengenal Rahi akan tetapi mau menolongnya. Ternyata Allah menurunkan Hidayah kepada Abi melalui Rahil. Abi menangis. Dia teringat kejadian malam tadi. Bahkan teman- teman satu gengnya yang sudah sangat dikenal meninggalkannya untuk mencuri uang dan mobil miliknya. Sedangkan Rahil? Dia hanya orang baru untuk Abi.
“Aku menyesal, tidak memanfaatkan waktuku dengan baik. Aku menyia- nyiakan waktu ku pada suatu hal yang sangat tidak berguna. Aku menyia- nyiakan waktu yang diberikan oleh Tuhanku yang seharusnya diisi dengan kebaikan.” Abi mengatakan itu semua dengan penuh penyesalan, airmata mengalir dipipinya.
“Kembalilah Kepada Tuhanmu, Saudaraku. Allah menunggu taubatmu saudaraku. Allah selalu menerima Orang yang bertaubat dengan sungguh-  sungguh.”
Ucapan Rahil menenangkan Abi.
“Aku sibuk Rahil.”
“Sibuk?” Rahil mengernyitkan dahinya.
“Iya Rahil, Aku sibuk. Sibuk dengan urusanku sendiri. Sibuk untuk bersenda gurau dengan perempuan-perempuan. Sibuk bermain gadget sepanjang hari untuk mengaploud kegiatan ku sehari- hari. Sibukku tidak berguna. Dengan sengaja...aku sibuk untuk mengacuhkan Tuhanku. Ya allah.. Ya Tuhanku... Ya Allah Yang Maha pengampun. Maafkan lah hamba mu ini...” Ucap Abi dengan menangis tesedu-sedu.
“Mari saudaraku, kita niatkan hati untuk kembali kepada Nya karena sesungguhnya Allah yang Maha Mulia itu “cemburu”. Kecemburuan Allah yaitu jika orang mukmin melakukan apa yang diharamkan. Hati manakah yang tak pernah ada lintasan cemburu, sebuah gejolak bergemuruh yang begitu saja mengubah cinta menjadi letupan- letupan murka? Saat ini ubah sibukmu menjadi benar- benar sibuk untuk selalu menginatNya dalam keadaan apapun. bukan pura- pura sibuk untuk mengacuhkan Tuhan mu.”
Dalam perjalanan menuju Panti Asuhan kali ini, Rahil terlihat lebih baik daripada biasanya. Rahil menatap langit, beberapa awan bergerak, menghalau sinar matahari. Rahil berdehem, mengembalikan fokusnya. Kemudian Rahil mengucapkan Hamdalah sepanjang perjalanan. Rahil sangat bersyukur.
------------------------------------------------------------------
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan untuk bertaubat kepada Allah SWT. Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan untuk mencari Ridha Allah SWT. Saya dilahirkan di Magelang pada  06 April 1999, atas nama Anas Tasya Alba Mughofaroh di kasur empuk dalam dekapan Bunda. Saat ini saya menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin, jurusan Tafsir Quran dan Hadis di Surabaya. Menjadi Hafidzah merupakan salah satu cita- cita saya dari sekian banyak cita- cita, alkhamdulillah saat ini saya sedang menempuhnya. Hidup memang butuh perjuangan dan tentunya harus lebih baik dari sebelumnya J. Man Jadda wa Jadda, itulah prinsip saya. Saya pernah menjadi pemenang Lomba juara 1 menulis artikel literasi tentang perpustakaan tahun 2015 tingkat Kota Magelang. Juara 1 Lomba menulis artikel literasi perpustakaan tahun 2016. Juara 4 Tingkat Provinsi Jawa Tengah  Lomba artikel populer tahun 2015. Menjadi peserta lomba menulis book publisher II. Dari lomba yang saya ikuti, banyak pengalaman yang saya dapatkan. Jikalau ada pertanyaan, siapa inspirasi Anda? Saya pasti akan menjawab dengan lantang, IBU SAYA. Saat ini saya menggunakan nama pena “Acha Motaracita”. Selamat berkarya!!:)
Untuk info lebih lanjut silahkan hubungi:
 Fb: Anas Tasya Alba M
IG: tasyaanas899
No Hp/ WA: 085643770037
Email: tasyaanas899@gmail.com
 WassalamualaikumWarrahmatullah Wabarakatuh.:)

LOGO STAIS MAS