Minggu, 25 Maret 2018

HUBUNGAN AKHLAK DENGAN TASAWUF makalah lengkap



Hubungan Antara Akhlak Dan Tasawuf dan
Hubungan Antara Khalak Tasawuf Dengan Ilmu Kalam

      MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Akhlak Tasawuf”

Dosen Pengampu: M. Jakfar, M. HI.


Oleh:
Anas Tasya Alba Mughofaroh                  (01091700004)


SEKOLAH TINGGI ILMU USHULUDDIN
MASJID NASIONAL AL-AKBAR
 SURABAYA
2017
          BAB I
   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Akhlak Tasawwuf  merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan, akhlak tasawwuf tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan akhirat.
Akhlak Tasawuf merupakan perilaku muslim yang bersumber dari Ajaran Ihsan, yaitu ajaran perilaku baik manusia terhadap dirinya sendiri dan terhadap Tuhan-Nya. Perilaku tersebut diharapkan dimiliki oleh setiap manusia.
Perkembangan keilmuan dalam islam, berkembang dengan cepat dan pasti. Sebagai tokoh penyebar agama Islam, Nabi Muhammad SAW telah memberikan penegasan tentang fungsi dan peranan ilmu dalam islam.
Ilmu-ilmu dalam agama Islam yang telah timbul dan berkembang dalam umat islam antara lain, ilmu Al- Quran, ilmu filsafat, ilmu hadis, ilmu ushul- ushul fiqih, ilmu tasawuf, ilmu sejarah Islam, dan ilmu- ilmu pendidikan Islam.
Ilmu Tasawuf yang menjadi salah satu disiplin ilmu keislaman tidak dapat lepas dari ilmu- ilmu keislaman yang lainnya, seperti ilmu Fiqh dan Ilmu Kalam. Tidak hanya itu,  ilmu filsafat dan ilmu psikologi menjadi bagian.
Pada pertemuan sebelumnya, kita telah membahas mengenai pengertian daripada Akhlak dan Tasawuf. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai hubungan antara Akhlak dengan Tasawuf dan hubungan antara Akhlak Tasawuf dengan Ilmu kalam. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi bahan diskusi teman-teman.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Hubungan antara Akhlak dengan Tasawuf?
2.      Apa Hubungan antara Akhlak Tasawuf dengan Ilmu Kalam?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui  hubungan antara Akhlak dan Tasawuf
2.      Untuk mengetahui hubungan antara Akhlak Tasawuf dengan Ilmu Kalam.



BAB II
PEMBAHASAN

A.       Hubungan Akhlak dengan Tasawuf
Para ahli ilmu Tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada 3 bagian yaitu tasawuf falsafi, tasawuf akhlaki dan tasawuf amali. Ketiga tasawuf ini memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji.
Pada tasawuf falsafi pendekatan yang digunakan pendekatan rasio atau akal pikiran. Sedangkan tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli,tahalli dan tajalli. Sedangkan tasawuf amali pendekatan yang digunakan adalah pendekatan amaliayah atau wirid.
Tasawuf pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti sholat, puasa, haji, dzikir, dan lainnya.
Ibadah yang dilakukan dalam rangka tasawuf itu erat hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution mengetakan bahwa ibadah dalam islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam al-Qur‟an dikaitkan dengan takwa dan takwa berarti melaksanakan perintah tuhan dan menjauhi larangannya yaitu orang-orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang disebut denagn ajaran amar ma‟ruf nahi munkar (Mengajak orang pada kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik)[1]
Ada beberapa pernyataan para Ulama untuk dijadikan keterangan mengenai  hubungan antara Akhlak dengan Tasawuf. Misalnya, Ulama yang mengatakan bahwa Akhlak merupakan pangkal tolak Tasawuf, sedangkan Tasawuf adalah batas akhir Akhlak. [2]
الَاخْلَاقُ بِدَايَةُ التَّصَوُّفِ وَ التَّصَّوُفُ نِهَا يَةُ الْاًخْلاَقِ
Begitu juga halnya pernyataan Al-Kattaniy yang telah dikemukakan oleh Imam Al-Gazali yang menyatakan hubungan yang sangat erat antara akhlak dengan Tasawuf yang dilukiskan dalam pernyataan yang berbunyi :
Artinya: Tasawuf itu adalah budi pekerti, barang siapa yang menyiapkan bekal atas mu dalam budi pekerti, maka berarti ia menyiapkan bekal atas dirimu dalam Tasawuf.[3]
Pengamalan Tasawuf yang dilakukan oleh para sufi, memberikan kesan kepada kita bahwa Tasawuf hanya meliputi hubungan transeden: hubungan vertikal, antara dirinya dengan Tuhannya. Pernyataan itu diperkuat oleh Seikh Muh. Amin Al Kurdi mengenai prinsip-prinsip ajaran tauhid.
Artinya: Prinsip- prinsip Tasawuf ada lima macam: yaitu taqwa kepada Allah, mengikuti sunnah, menahan diri, rela dan bertaubat.[4]
Dari kelima ajaran prinsip diatas, semuanya merupakan hubungan transeden (hubungan antara hamba dengan Tuhannya). Sedangkan ajaran Akhlak meliputi hubungan transeden dan imanen: Hubungan antara hamba dan Tuhannya serta hubungan antara Hamba dengan sesama manusia. Sehingga seorang sufi, mampu menekuni ajarannya,  dan tetap mampu menjalankan bisnisnya. Jadi tidak hanya menekankan pada hubungan vertikal dengan Tuhannya tetapi mampu menjalankan hubungan horizontal sesama manusia.
Alangkah baiknya, jika seorang sufi mau memperlihatkan kepedulian sosialnya, karena dalam Al-Quran sendiri telahmemberikan petunjuk untuk menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat, sebagaimana dalam Al-Quran QS. Al Qasas, ayat 77:[5]



Artinya: Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagimu  di dunia dan berbuat baiklah  kepada orang lain  sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.
Jadi kata Al- Akhirah pada ayat ini bukan negeri akhirat, tetapi masa depan umat islam di dunia ini. dan kata Al Ula bukan pengertian dunia. Tetapi pengertian perjuangan umat Islam(di zaman Rasulullah)[6]
B.     Hubungan Antara Akhlak Tasawuf dan Ilmu Kalam
Ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang cara-cara mengesakan Tuhan, selain itu ilmu ini juga disebut sebagai ilmu Ushul al-din atau ilmu Tauhid atau keyakinan-keyakinan. Ilmu tauhid disebut juga ilmu kalam berarti ilmu yang membahas tentang kata-kata atau silat lidah dalam rangka mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing atau argumentasi baik aqliyah (rasional) maupun naqliyah (Alquran dan As- sunah) argumentasi aqliyah adalah argumentasi yang berlandaskan pemahaman pada metode berpikir filosofis.  Adapun argumentasi naqliyah berdasarkan pada dalil- dalil Alquran dan As sunah.
Hubungan ilmu akhlak dan tasawuf dengan ilmu tauhid dapat dilihat melalui analisi yaitu: Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, ilmu tauhid membahas masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya, ilmu tauhid akan mengarahkan manusia menjadi ikhlas dan keikhlasan ini merupakan salah satu akhlak yang mulia. Kedua, dilihat dari segi fungsinya ilmu tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subjek yang terdapat dalam rukun iman itu. Jika kita percaya allah bahwa allah memiliki sifat-sifat tuhan itu maka sebaiknya manusia meniru sifat tersebut dengan mengembangkan sikap kasih sayang dimuka bumi.
Ilmu Tasawuf ialah ilmu yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia. Disiplin ilmu inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai- nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan tadzawwuq  (bagaimana merasakan) tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang sunah , tetapi juga termasuk hal yang wajib.
Rasulullah SAW juga memberikan peringatan yang begitu besar terhadap masalah tadzawwu, sebagaimana tercermin dalam hadisnya:
Beliau bersabda:
Orang yang bisa merasakan kenikmatan iman adalah orang yang ridha kepada Allah SWT sebagai Tuhannya, Ridha sebagai Islam sebagai agamanya, dan ridha Muhammad sebagai Rasulnya dan utusan- Nya (H.R. Muslim dan At- Tarmidzi)
Beliau juga bersabda dalamhadis lain:
Ada tiga perkara yang menyebabkan seorang dapat merasakan lezatnya iman. Yaitu orang yang mencintai Allah dan Rasulnya lebih dari yang lain, orang yang mencintai hamba karena Allah, dan orang yang takut kembali  kepada kekufuran seperti ketakutannya untuk dimasukkan kedalam api neraka. (HR. Muslim)[7]
Dalam kajian Ilmu Tauhid ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara itu pada ilmu Tasawuf, ditemukan jalan atau sebuah metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman dan terhindar dari kemunafikan. Hal ini tidak cukup hanya diketahui batasan- batasannya oleh seseorang. Hal ini karena ada seorang yang sudah mengetahui batasan-batasan kemunafikan tetapi tetap melaksanan.
Firman Allah SWT dalam QS Al Hujurat 49:14[8]




Artinya:Orang- orang Arab Badui itu berkata, “kami telah beriman”. Katakanlah kepada mereka “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kamu telah tunduk,’ karena iman itu belum masuk kepada hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia tiada sedikitpun mengurangi (pahala) amalanmu.” Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ilmu Tauhid juga berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Jika lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah, maka wajib ditolak.[9]
Selain itu ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebgai pemberi kesadaran rohaniah dalam padu argumentasi teologi. Bagaimana disebutkan bahwa Ilmu Tauhid dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan aqliyah dan muatan naqliyah. Jika tidak diimbangi oleh kesadaran rohaniah, ilmu tauhid dapat bergerak ke arah liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rihaniah sehingga ilmu Tauhid tidak berkesan sebagai dialektika keislaman belaka yang kering dari sentuhan hati.[10]
Bagaimanapun amalan-amalan tasawuf mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan. Jika rasa sabar tidak ada dalam diri seorang hamba misalnya, muncullah sifat kekufuran. Jika rasa sukur dalam diri seorang hamba hanya sedikit, maka lahirlah suatu bentuk kegelapan sebagai reaksi.











Kesimpulan:
1.      Hubungan antara akhlak dan tasawuf sangat erat dan sangat jelas. Dimana Akhlak merupakan pangkal tolak tasawuf sedangkan Tasawuf merupakan batas akhir akhlak.
2.      Atau dengan kata lain, akhlak merupakan sarana Tasawuf, sedangkan Tasawuf merupakan tujuan sementara akhlak. Karena tujuan akhirnya adalah kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat menurut tasawuf Sunny atau menjadi manusiaideal menurut UlamaTasawuf Falsafi
3.      Ilmu tauhid memberikan konstribusi kepada ilmu tasawuf, keduanya saling melengkapi. Contohnya: jika cahaya Tauhid telah lenyap maka timbul penyakit kalbu seperti ujub, congkak, riya’, dengki, hasut dan sombong. Apabila manusia sadar bahwa Allah lah yang memberi niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna. Dari sinilah dapat dilihat bahwa Ilmu Tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah (pendakian para kaum sufi).










DAFTAR PUSTAKA
Depag RI, 2009, Alquran dan Terjemahan special for women :Bandung, Syamil Quran.
Mahjuddin, 2009, Akhlaq Tasawwuf 1, Jakarta: KALAM MULIA,
Samsul Munir, 2012, Ilmu Tasawuf: Jakarta
Rizal Agus , 2016. MK Akhlak Tasawuf: Pariaman,





[1] Agus Rizal, MK Akhlak Tasawuf (Pariaman:2016) hal 20
[2] Mahjuddin,  Akhlaq Tasawwuf 1, (Jakarta: KALAM MULIA, 2009)hal.190
[3] Mahjuddin,  Akhlaq Tasawwuf 1, (Jakarta: KALAM MULIA, 2009)hal.191
[4] Ibid.
[5] Depag RI, Alquran dan Terjemahan special for women (Bandung: Syamil Quran, 2009) hal,394
[6] Mahjuddin,  Akhlaq Tasawwuf 1, (Jakarta: KALAM MULIA, 2009)hal.195
[7] Samsul Munir, Ilmu Tasawuf. (2012:193)
[8]Depag RI, Alquran dan Terjemahan special for women (Bandung: Syamil Quran, 2009) hal, 517

[9] Samsul Munir, Ilmu Tasawuf. (2012:195)

[10] Ibid

KAJIAN DASAR TAUHID makalah lengkap


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Saudaraku seiman, sesungguhnya Allah SWT telah mengutus Rasul dan menurunkan kitab- kitab dengan tujuan agar Dialah satu- satunya Tuhan yang disembah. Tiada sekutu bagi Nya dan supaya agama dimurnikan hanya bagi Nya. Menomorsatukan Tuhan yang paling utama.
            Menjaga kemurnian Tauhid adalah misi terpenting para nabi dan rasul serta orang- orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai datangnya hari pembalasan. Oleh karena itu, kami membuat makalah dengan tema Dasar-Dasar Kajian Tauhid. Diharapkan makalah ini mampu menjadi bahan diskusi Mahasiswa sekaligus mengkritisi apa-apa yang dibahas dalam Makalah ini. Dalam makalah ini kami mengupas tentang apa itu pengertian Iman, Islam dan Ihsan sekaligus penjelasan tentang pembagian Ilmu Tauhid. Semoga bermanfaat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian iman, islam dan ihsan?
2.      Apa pengertian Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah?

C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui Iman, Islam dan Ihsan.
2.    Untuk mengetahui Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah





BAB II
PEMBAHASAN
A.     Dimensi Iman, Islam Dan  Ihsan
Nurcholis Madjid menyebut dimensi Iman, Islam dan Ihsan dengan istilah trilogi ajaran Ilahi.
Dimensi- dimensi islam berawal dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori dan imam Muslim yang dimuat dalam masing- masing kitab sahinya yang menceritakan dialog antara Nabi Muhammad SAW dan Malaikat Jibril tentang trilogi ajaran Ilahi:

















Artinya:


Hadis diatas memeberikan ide kepada umat islam Sunni tentang rukun iman yang enam, rukun Islam yang lima dan penghayatan terhadap Tuhan Yang Maha Hadir dalam hidup. Sebenarnya, dari ketiga hal diatas, hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Antara satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan. 
Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak absah tanpa Iman, dan Iman tidak sempurna tanpa Ihsan. Sebaliknya, Ihsan mustahil tanpa adanya iman, dan Iman juga mustahil tanpa adanya Islam. Dalam penelitian lebih lanjut, sering terjadi tumpang tindih antara tiga istilah tersebut: dalam Iman terdapat Islam dan Ihsan; dalam Islam terdapat iman dan ihsan; dan dalam ihsan terdapat iman dan Islam. Dari sisi itulah melihat iman, Islam dan ihsan sebagai trilogi ajaran Ilahi. [1]

1.    Islam
Menurut bahasa, Islam berarti masuk dalam kedamaian " اسلم امره الي الله artinya menyerahkan perkaranya kepada Allah. Dikatakanاسلم   artinya masuk dalam agama Islam. Sedangkan menurut syara’Islam berarti pasrah kepada Allah., bertauhid dan tunduk kepada Nya, taat dan membebaskan diri dari syirik dan para pengikutnya.
Ibnu Taimiah menjelaskan bahwa din  itu terdiri dari tiga unsur, yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Dalam tiga unsur itu terselip makna kejenjangan (tingkatan): orang mulai dengan Islam, kemudian berkembang kearah Iman, dan memuncak dalam Ihsan.
Rujukan Ibnu Taimiah dalam mengemukakan pendapatnya adalah surat al- Fathir (35) ayat 32: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang- orang yang Kami pilih diantara hamba- hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri  mereka sendiri; dan diantara mereka ada yang pertengahan; dan diantara mereka pula ada yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah...”
 Di dalam Al-Quran dan terjemahannya yang di terbitkan Departemen Agama dijelaskan sebagai berikut: pertama “Orang- orang yang menganiaya diri sendiri” (fa minhum zhalim li nafsih) adalah orang- orang yang lebih banyak melakukan kesalahannya daripada kebaikannya; kedua “orang- orang pertengahan” (muqtashid) adalah orang- orang yang antara kebaikan dan kejelekannya berbanding; ketiga “orang- orang yang lebih dulu berbuat kebaikan” (sabiq bi al akhirat) adalah orang- orang yang kebaikannya sangat banyank dan jarang melakukan kesalahan. [2]
Dengan penjelasan yang agak berbeda, Ibnu Taimiyah menjelaskan sebagai berikut: pertama  orang- orang yang menerima warisan kitab suci dengan mempercayai dan berpegang teguh pada ajaran- ajaran Nya, namun masih melakukan perbuatan- perbuatan zalim, adalah ada orang baru islam, suata tingkat dalam permulaan, kedua orang yang menerima warisn kitab suci itu dapat berkembang menjadi seorang mukmin, tingkat menengah, yaitu orang- orang yang telah terbebas dari perbuatan zalim namun perbuatan kebajikannya sedang- sedang saja, ketiga perjalanan mukmin itu (yang telah terbebas dari perbuatan zalim) berkembang perbuatan kebajikannya sehinga ia menjadi pelomba (sabiq) perbuatan kebajikan; maka ia mencapai derajat ihsan. “orang yang telah mencapai derajat ihsan,”  kata Ibnu Taimiyah, “akan masuk surga tanpa mengalami azab.” [3]
Imam al- Syahrastani dalam kitabnya, al Milal wa al- Nihal, menjelaskan bahwa Islam adalah menyerahkan diri secara lahir. Oleh karena itu, baik mukmin maupun munafik adalah muslim. Sedangkan iman adalah pembenaran terhadap Allah SWT, para utusan Nya, hari kiamat dan menerima qadla dan qadar. Integrasi antara Islam adalah mabda’ (pemula); iman adalah menengah (wasath); dan ihsan adalah kesempurnaan (al- kamal).
Meskipun tidak dapat dikatakan sepenuhnya benar, umat islam telah memakai suatu kerangka pemikiran tentang trilogi ajaran Ilahi diatas keadalam bidang pemikiran islam : pertama, iman dan berbagai hal yang berhubungan dengannya diletakkan dalam satu bidang pemikiran, yaitu teologi (ilmu kalam); kedua persoalan Islam dijelaskan dalam bidang syari’at (fikih); ketiga ihsan dipandang sebagai akar tumbuhnya tasawuf

B.     Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyyah
Macam – macam Tauhid:
1. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah adalah  mengesakan Allah dalam segala perbuatan-Nya, dengan keyakinan bahwa Dialah satu-satunya Pencipta, satu-satunya Penguasa, satu-satu nya zat yang sempurna dan satu-satunya Pengatur segala urusan alam semesta.
Dalam bagian tauhid yang satu ini, seluruh manusia dari anak cucu Adam, tidak ada yang mengingkarinya kecuali hanya sebagian kecil dan sangat jarang. Bahkan hati manusia telah diberikan fitrah agar mengakui dan meyakini (bahwa Dia-lah Tuhan sekalian alam) melebihi keyakinannya kepada selain-Nya (yang ada di dalam alam semesta ini).
Allah berfirman, QS.Asy- Syura :11[4]


Artinya:                                                   






Akan tetapi bagian tauhid ini belum memadai atau mencukupi untuk menjadikan seseorang sebagai orang yang bertauhid di hadapan Tuhannya, kecuali setelah Allah memberikannya hidayah kepada dua bagian tauhid lainnya, yaitu tauhid uluhiyah dan tauhid asma` wa shifat (nama-nama dan sifat-sifat-Nya).
Hal ini dikarenakan Allah subhanahu wa ta'ala telah mengabarkan kepada manusia melalui kitab-Nya, bahwa kaum musyrikin juga mengakui dan meyakini bagian tauhid rububiyah ini. Akan tetapi, keyakinan dan pengakuan mereka tersebut sama sekali tidak bermanfaat bagi mereka, dikarenakan mereka belum mengesakan Allah dalam ibadah, (yaitu pengertian dari tauhid Uluhiyah.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, ''Kalaulah bagian tauhid ini (tauhid rububiyah) dapat menyelamatkan manusia dengan sendirinya, maka akan selamat pulalah kaum musyrikin. Oleh karena itu, tauhid uluhiyahlah yang menjadi pembeda dan pemisah antara kaum musyrikin dan kaum muwwahhidin (kaum yang bertauhid)'' [Madaarijus Salikiin (1/324)].



2. Tauhid Uluhiyah
            Pengertian tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam segala bentuk ibadah, maka tidak boleh (haram) seorang hamba mendirikan shalat, berdoa, berkorban (menyembelih hewan) kecuali hanya untuk Allah, dan tidak pula thawaf kecuali di rumah-Nya (ka`bah), dan kepada sesuatu yang gha'ib, dan tidak pula bertawakkal kecuali hanya kepada Sang Pemilik segala urusan dan ciptaan, Zat yang mempunyai sifat uluhiyah, yaitu (sifat yang merupakan bagian dari) sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang tidak dimiliki oleh selain-Nya.
Oleh karena itu, tidak boleh (haram) bagi seorang hamba menyerahkan apapun dari jenis ibadahnya kepada selain Allah. Hanya Allah yang berhak memiliki (ibadah hamba-Nya), adapun selain-Nya (maka tidak berhak sedikitpun). Dan bagian tauhid ini pula yang menjadi misi dakwah semua rasul Allah.
Allah berfirman,
Artinya : ''Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An-Nahl : 36
Thaghut adalah setiap perkara yang hamba melewati batas dengannya berupa sesembahan seperti berhala, atau yang diikuti seperti peramal dan para ulama jahat, atau yang ditaati seperti para pemimpin atau pemuka masyarakat yang ingkar kepada Allah SWT.
Thaghut itu sangat banyak dan intinya ada lima:
1- Iblis –semoga Allah SWT melindungi kita darinya-,
2- Siapa yang disembah sedangkan dia ridha,
3- Siapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
4- Siapa yang mengaku mengetahui yang gaib,
5- Siapa yang berhukum kepada selain hukum Allah SWT.

Artinya : ''Katakanlah: "Sesungguhnya Aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.'' (QS Az- Zumar : 11)

Seluruh rasul (yang Allah utus kemuka bumi ini), memulai dakwah terhadap kaum mereka dengan perintah untuk mengesakan Allah dalam segala ibadah, (yaitu pengertian dari tauhid Uluhiyah). Sebagaimana perkataan Nabi Nuh, Hud, Soleh dan Syu`aib :
Artinya : "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain- Nya." (QS Al-A'raf : 85, 65, 73 dan 85)

Dan sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ''Sesungguhnya aku
(Muhammad) diutus untuk memerangi manusia, sehingga mereka bersyahadat
bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah, dan Muhammad
adalah utusan Allah'' (H.R. Bukhari dan Muslim)

















Daftar Pustaka
1.Departemen Agama.1985. Al- Quran dan Teejemahannya. Jakarta: Depeartemen Agama RI.
2.Siraj, Said Aqiel.1998,td.”Kajian Metodologi Tasawuf,”makalah disampaikan dalam seminar Metodologi Studi Islam di Jakarta.
3. Nurcholish Madjid. Islam dan Peradaban: Membangun Makna dan relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina  (1995:463)




[1] Nurcholish Madjid. Islam dan Peradaban: Membangun Makna dan relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina  (1995:463)
[2]Departemen Agama. Al- Quran dan Teejemahannya. Jakarta: Depeartemen Agama RI. (1985: 701)
[3]Nurcholish Madjid. Budhy Munawar. Rachman (1994:465)

[4]

LOGO STAIS MAS